Fajar Laksono, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi memastikan pihaknya akan bersikap netral. Fajar dihubungi Kompas pada Kamis 8 Oktober 2020. MK akan dalam perkara uji materi Undang undang (UU) Cipta Kerja yang kini tengah disoroti masyarakat.
Fajar mengatakan Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan permohonan dukungan dari MK terhadap UU Cipta Kerja. Fajar memastikan pihaknya tak akan terpengaruh dengan pernyataan tersebut. Dirinya menjelaskan MK tak pernah menyampaikan pendapat mengenai dukung mendukung UU.
MK akan memproses permohonan uji materi seperti biasanya tanpa mengistimewakan karena UU Cipta Kerja ini tengah disorot. "Sebagai pernyataan politik ya itu tak bisa dihindarkan. Tapi, semua tahulah, MK tak terlibat dalam dukung mendukung suatu UU atas nama kewenangan yang dimiliki.
Dan, saya meyakini, MK tak pernah menyampaikan pendapat atau pernyataan soal dukung mendukung UU," kata Fajar. Ia mengatakan, MK akan memproses permohonan uji materi seperti biasanya tanpa mengistimewakan UU yang akan digugat. Ia pun menyatakan MK selalu bersikap transparan dalam setiap proses uji materi UU dan selalu menyampaikan hasilnya kepada publik.
"Tak ada kata lain, MK memastikan siap untuk menerima perkara, kapanpun dan berapapun," kata Fajar. "Untuk itu, silakan publik ikut mengawal dan memonitor setiap persidangan dan perkembangan penanganan perkara," lanjut dia. Sebelumnya, saat sidang khusus MK pada Januari, Jokowi sempat meminta dukungan kepada semua pihak termasuk MK terhadap UU Cipta Kerja.
Dilansir dari Antara, Presiden Joko Widodo menyampaikan hal tersebut dalam acara "Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019" yang dihadiri Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, para hakim MK Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, Wahiddudin Adams, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Saldi Isra, Suhartono; Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali serta para pejabat terkait lainnya. "Pemerintah bersama DPR berupaya mengembangkan sistem hukum yang kondusif, dengan mensinkronkan UU melalui satu undang udang saja, satu 'omnibus law'. Berbagai ketentuan dalam puluhan undang undang akan dipangkas, disederhanakan, dan diseleraskan dalam 'omnibus law' Cipta Lapangan Kerja dan 'omnibus law' Perpajakan yang sedang disiapkan dan akan diberikan ke DPR," ucap Presiden.
Buruh atau pekerja menuntut kepada pemerintah karena di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah disahkan ini ada beberapa hal yang dinilai merugikan. Seperti pekerja kontrak atau PKWT dikontrak seumur hidup, nasib outsourcing yang mendapatkan upah rendah, hak cuti, perusahaan mempekerjakan buruh secara eksploitatif dengan upah rendah, serta UMK dan UMSK yang dihapus. Kendati telah disahkan, dapatkah pemerintah mengubah UU tersebut terutama pada klaster ketenagakerjaan?
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pun menegaskan penyusunan ketentuan klaster ketenagakerjaan telah dipertimbangkan melalui hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. "Penyusunan ketentuan klaster ketenagakerjaan memperhatikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU Nomor 13 Tahun 2003," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020). UU Cipta Kerja tetap mengatur syarat syarat dan perlindungan hak bagi pekerja/buruh PKWT yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja.
Di samping itu, RUU Cipta Kerja mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi kepada pekerja/buruh pada saat berakhirnya PKWT. "Di samping itu, dalam rangka pengawasan terhadap perusahaan alih daya, RUU Cipta Kerja juga mengatur syarat syarat perizinan terhadap Perusahaan Alih Daya yang terintegrasi dalam sistem Online Single Submission (OSS)," katanya. Mengenai ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat, lanjut Ida, tetap diatur seperti UU eksisting (UU 13/2003) dan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu.
Ida Fauziyah coba meluruskan isi dari Omnibus Law UU Cipta Kerja yang selama ini informasinya simpang siur. Seperti halnya informasi terkait pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), dan waktu jam kerja pekerja/buruh. "Beberapa hal terjadi pemelintiran isi dari undang undang klaster ketenagakerjaan.
Yang pertama tentang Undang Undang Cipta Kerja tetap mengatur syarat syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh PKWT yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja," katanya dalam konfrensi pers Penjelasan UU Cipta Kerja secara daring, Rabu (7/10/2020). Di samping itu, Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja juga mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT. "Jadi ketentuan syarat syarat itu tetap diatur sebagaimana Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, ada tambahan baru yang tidak dikenal dalam UU No. 13 Tahun 2003 yaitu adalah justru memberikan perlindungan kepada pekerja PKWT, yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT," katanya.
Kemudian, kata Ida, syarat syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan alih daya atau outsourcing masih tetap dipertahankan. Lebih lanjut kataMenaker, ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat juga diungkapkan banyak terjadi distorsi. Dijelaskan, waktu kerja pekerja/buruh, tetap diatur di dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak ada penghapusan upah minimum. Penetapan upah minimum tersebut tetap berdasarkan peraturan pemerintah. "Jadi, upah minimum ini tetap kita atur, kemudian ketentuannya juga tetap mengacu Undang Undang 13/2003 dan PP No. 78/2015.
Memang selanjutnya akan diatur dengan peraturan pemerintah. Jadi formula lebih detailnya diatur dengan peraturan pemerintah," katanya dalam konfrensi pers daring, Rabu (7/10/2020). Ida juga memastikan bahwa upah minimum kabupaten/kota ( UMK) masih dipertahankan.
"Terdapat penegasan variabel dan formula dalam penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Selain itu ketentuan mengenai upah minimum kabupaten/kota juga tetap dipertahankan. Saya ulang untuk menegaskan bahwa upah minimum kabupaten/kota tetap dipertahankan," katanya.
Hal lainnya lanjut Menaker, UU Cipta Kerja menghapus mengenai penangguhan pembayaran upah minimum. Menurut dia, ini telah jelas disebutkan di dalam UU Cipta Kerja. Di samping itu juga, memperkuat perlindungan upah bagi para pekerja/buruh serta meningkatkan pertumbuhan sektor usaha mikro dan kecil, di dalam UU Cipta Kerja juga mengatur pengupahan di sektor UMKM. Ida menekankan, pembuatan beleid tersebut tidak hanya mementingkan pekerja informal, tetapi juga harus memastikan perlindungan bagi usaha mikro dan kecil.
"Jadi, perluasan kesempatan kerja juga kita harapkan dari UMKM kita dan akan diatur pengupahannya di dalam Undang Undang Cipta Kerja," ujar dia. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, semangat yang dibangun dalam Undang Undang Cipta Kerja yakni untuk memperluas penyediaan lapangan kerja, bukan justru menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK). "Sangat prematur apabila secara tergesa gesa kita menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja akan rentan terhadap PHK pekerja atau buruh," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).